Monday, March 07, 2016

Cinta Sampai Akhirat...

Jika cinta  sudah melekàt, hati ingin menjadi dekat, cintaku padamu tak sebanding emas 24 karat.

Cintaku jauh lebih dahsyat, karena jiwa telah terpikat, tak rela berpisah meski sesaàt.

Meski harus ke alam akhirat, kubawa cintaku bersama maut sekarat, menembus ujian berat, setia menanti sampai kiamat.

Untaian kalimat ini bisa mewakili  (Alm)  ALVI SYAHRI 18 th. yg mengikat janji setia sampai mati. Bukan cinta biasa, cintanya bukan pada gadis jelita, bukan pada artis idola namun cintanya itu kepada al- Qur'an yg mulia. Dia sdh hafal 30 juz sebagai bukti cintanya.

Malam itu Sabtu 28 Agt 2010 dengan temannya ( Alm) Yuliansyah - hafal 20 juz dan ( Alm) Toyib - hafal 10 juz memenuhi undangan khatam al qur'an. Mereka menaiki getek / prahu kecil menuju sebuah mushala tempat acara itu bersama 18 santri lainnya.

Selesai acara para santri kembali dengan menaiki getek menyeberang sungai musi. Ketika hampir sampai sebrang -+ 20 m lagi banyak santri yg hendak mengambil sandal yg tadi di taruh di bagian depan getek, menyebabkn getek tidak seimbang berat ke depan dan terbalik, suasana jadi panik, yg pandai berenang berhasil selamat.
Namun na'as Alvi, Yuliansyah dan Toyib tidak pandai berenang.

Pencarian melibatkan instansi dari Polisi air, Dishub, pihak kelurahan dan kecamatan belum berhasil menemukannya, sampai 3 hari pencarian terus dilakukan. Yuliansyah & Toyib akhirnya ditemukan di sungai yg berbeda jam 7 pagi.
Dan Alvi ditemukan di tempat brbeda. Evakuasi sempat membuat kaget masyarakat dan keluarga karena Alvi ditemukan dalam posisi mendekap al- Qur'an di dadanya. Al Qur'an itu sulit untuk dilepaskan, sampai datang ibunda Alvi yg berujar:
"Ibu ikhlas nak...ibu ridho...sampaikn salam ibu kepada baginda Rosulullah, semoga ibu kelak bertemu dengan baginda di surga. Sekarang lepaskan mushaf ini agar kami mudah mengurusmu..." selesai bicara kepada jenazah Alvi, .....ibunya bisa melepas mushaf al Qur'an tsb.

Ketiga jenazah sama sekali tidak rusak, tidak bengkak dan tidak berbau busuk. Seperti orang yg baru selesai mandi, wajahnya bersih dan tersungging senyum.
Yg paling menakjubkan adalah dari jenazah Alvi tercium aroma wangi..Subhanallah.....

Demikian cinta Alvi kepada al Qur'an sampai di bawa mati. Cinta yg akan memberikan ibunya sebuah istana di syurga, cinta yang akan mengantarkannya pula sampai ke surga. InsyaAllah...


http://palembang.tribunnews.com/31/08/2010/jenazah-alvi-dekap-alquran

Hikmah Kisah Abu Ayyub Al Anshari dan Penaklukan Konstantinopel 1453

Beliau adalah sahabat yang rumahnya terpilih untuk ditinggali oleh Rasulullah saat Hijrah ke Madinah.
Persahabatan Nabi dengan Abu Ayyub Al Ashari, beliau berjihad bersama Nabi, bepergian bersama Nabi, sampai akhirnya Nabi wafat. Abu Ayyub saat zaman khilafah dipimpin oleh Abu Bakar juga terus bersemangat jihad, semangat tadhiyahnya tidak pernah berhenti.
Begitu pula di era Umar bin Khathab juga semangat jihad dan tadhiyahnya tidak surut. Meskipun di sisi lain usia beliau bertambah. Itu pasti. Pada zaman Usman bin Affan beliau juga diberikan rizki umur panjang, ketika Usman menyiapkan tentara untuk menyerang Romawi, umur Abu Ayyub Al Anshari saat itu 86 tahun.
Beliau juga mendaftar ikut berjihad. Karena itu anak anaknya mencoba untuk menghalang halangi beliau: “Wahai Bapak, bukankah engkau telah berjihad bersama Nabi, bersama Abu Bakar, bersama Umar, dan usiamu sekarang sudah tua, sudah renta, sekarang giliran kamilah anak anak Bapak ini yang akan ke medan jihad, antum sudah ada udzur syar’i.”
Karena sudah tua, ada udzur syar’i untuk tidak pergi berjihad. Jawaban Abu Ayyub ini ndalil, sang Bapak berdalil, “Anak anakku, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman infiruu khifaafan wa tsiqoolan, berangkatlah kalian khifaf (dalam keadaan ringan) wa tsiqoolan (atau dalam keadaan berat).”
Ketika Allah memerintahkan kita infiruu, kan tidak membedakan siapa muda siapa tua, tidak membedakan yang sangunya akeh (banyak) atau yang tidak punya sangu. Jadi kalian berangkatlah, Bapak juga berangkat. Saat itu umur beliau 86 tahun. Semangatnya tidak surut.
Ketika kunjungan ke Turki, di dinding Ayya Shafia tertulis hadits disampaikan Nabi pada saat Perang Khandaq, ketika menggali Parit, “Romawi akan kalah dan seterusnya, saat itu Nabi mengatakan: Latuftahannal Qusthantiniyyah (Konstantinopel pasti akan ditaklukkan) falani’mal amiru amiruuha (maka sebaik baik pemimpin adalah yang menaklukkan Konstantinopel), wala ni’mal jaisu dzalikal jais (dan sebaik baik tentara, ya tentara yang waktu itu menaklukkan Konstantinopel).”
Nabi mengatakan ini tahun 627, namun baru terbukti pada tahun 1453. Sekian abad setelahnya. Apa kaitannya dengan Abu Ayyub? Begitu Nabi mengatakan hadits ini, hampir seluruh para sahabat saat mendengar Nabi menyiapkan bala tentara untuk menyerang Romawi semua ikut. Tujuannya apa? Cek katut (agar termasuk) dalam hadits ini, berharap Romawi takluk dan pada saat itu mereka masuk dalam pasukan tersebut. Kalau tidak sebagai pemimpin pasukan (amir) ya sebagai pasukan (jais). Dan ini dijamin masuk surga.
Nabi wafat Konstantin belum takluk, tentara Usamah tidak sampai kesana. Zaman Abu Bakar menyiapkan tentara lagi, semua sahabat daftar belum berhasil menaklukkan Konstantinopel, Di zaman Umar menyerang lagi, tapi juga belum berhasil. Semua khalifah di semua abad pasti menyiapkan bala tentara untuk menaklukkan Konstantinopel. Namun seluruhnya belum berhasil.
Semua sahabat ikut dengan semangat sama, cek katut (agar termasuk) dalam hadits ini. Nah salah satu nya adalah sahabat Abu Ayyub al Anshari ini, beliau juga ikut dalam semua pertempuran dan kalau yang sudah pernah ke Istambul. Bagi yang sudah berkunjung ke istambul, makam/kuburannya sahabat Abu Ayyub Al Anshari tidak jauh/hampir berdekatan dengan dinding/tembok Konstantinopel. Di sebelahnya ada masjid Sulthan Ayyub.
Jadi kalau ada pertanyaan siapakah sahabat Nabi yang kuburannya di Eropa? Jawabannya Abu Ayub Al Anshari. Memang pada zaman beliau wafat belum berhasil menaklukkan Konstantinopel, meskipun sudah menyerang benteng dan berada di dekatnya.
Ada satu peristiwa di mana saat benteng itu di kepung berhari hari, ada usulan salah satunya : “Kita akan bisa masuk ke benteng itu dengan senjata manjaniq (alat pelontar), namun pelurunya jangan peluru mati, harus manusia, sehingga saat sudah terlontarkan masuk, bisa mendobrak pintu benteng, dan pasukan bisa masuk. Hanya itu cara agar kita bisa masuk. Hanya masalahnyasopo wonge (siapa orangnya) yang mau dipakai sebagai peluru hidup.”
Saat itulah Abu Ayyub ngacung (unjuk jari) sayalah orangnya. Para sahabat yang lain mengingatkan bab usia beliau, apa kata beliau, “Setidak tidaknya kalaupun nanti saya dilempar dan tidak sampai kesana, setidak tidaknya saya sudah memberi contoh kepada anak anak muda inilah jihad itu.”
Kelak pada saat penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih dan sempat mengalami kebuntuan maka Sosok Abu Ayyub Al Anshary ini menjadi penggugah Semangat sehingga muncullah strategi Luar Biasa yang kemudian mengantarkan pada kemenangan Spectakuler. Bahwa yang tua tidak akan pernah surut dalam jihad ini, Dadi sing tuwo iki minimal ngekek’i conto.
Jadi kalau kita bicara tentang tarbiyatul aulad, itu ya tarbiyah kita dulu bagaimana. Kenek diconto opo ora (bisa dicontoh atau tidak?). Tarbiyah bapaknya, tarbiyah ibunya diperbaiki dulu, baru kemudian itu bisa dijadikan contoh. Sumber inspirasi bagi anak anak kita untuk aktif di dalam tarbiyah ini.
Minimal kita ini menampakkan wajah nikmatnya berdakwah ini di depan anak anak kita. Itu minimal. Artinya ketika kita pulang liqa’ usahakan wajah kita ketika dilihat anak itu nyenengno(menyenangkan). Berarti anak anak kita dapat inspirasi tarbiyah itu menyenangkan. Liqa’ itu menyenangkan. Yang tidak baik itu ketika pulang liqa’ dalam kondisi payah, pulang dauroah dalam kondisi wajah masam, awut awutan. Anak anak dapat inspirasi : tibake melu bapak iku gak enak (ternyata ikut Bapak itu tidak enak). Capek. Itu tampilan kita pribadi.
Sistem di sekolah kita, saat anak anak merasakan sekolah di sekolah internal kita, mereka merasakan beginilah sekolah yang sesungguhnya. Kembali kita mendapat inspirasi dari Abu Ayyub al Anshari minimalnya kita yang sudah tua tua ini memberikan contoh kepada yang muda muda bahwa semangat jihad ini tidak boleh luntur.
Perintah Menjaga diri dan Keluarga
Yaa ayyuhal ladziina ‘aamanu quu anfusakum wa ahliikum naaro. ‘Wahai orang orang beriman jaga dirimu dan keluargamu dari neraka.’
Ini manhaj tarbiyah kita.. Artinya jangan sampai anak anak kita masuk neraka (na’udzubillah), istri atau suami kita masuk neraka (na’udzubillah) gara gara kita lalai menjaganya. Kan berarti yang diamanati oleh Allah untuk menjadi penjaga, menjadi pengawal adalah kita, terutama di ayat ini secara langsung adalah suami.
Bagaimana kita menterjemahkan menjaga itu? Kalau kita lengah, abai dan kemudian terperosok ke dalam neraka. Harus ada upaya untuk menutup. Jaga makanan/minuman anak yang halal. Memastikan yang dikonsumsi anak anak itu halal. Itu menjaga. Melindungi, menjaga dan menjauhkan dari lingkungan yang tidak baik, yangberpengaruh negatif kepada keluarga kita. Itu bagian dari menjaga.
Menempatkan anak anak kita di tempat/sekolah/perumahan/tempat tinggal yang kondusif bagi akhlaqnya, ibadahnya terjaga hal ini juga bagian dari menjaga dari api neraka. Sehingga yang ditanya oleh Allah di akhirat nanti tentang anak anak kita itu bukan kepala sekolah SIT, bukan murobbi murobbiyahnya, tapi kita. Karena ayat ini kepada kita. Sing ditakoni mene nok akhirat itu orang tua. Mau menyalahkan siapa? Quu anfusakum (jaga dirimu) wa ahliikum (dan keluarga, khususnya anak anak) dari neraka.
Apalagi dengan hadits ini, “Maa min mauludin, illa yuwladu ‘alal fithrah. Fa’abawahu, yuhawidanihi, au yunashironihi, au yumajisaanihi” setiap bayi yang terlahir itu, semuanya lahir dalam keadaan fitrah. Fa’abawaahu (Bapak Ibunyalah), yuwahidaanihi (yang akan bertanggung jawab di dunia dan akhirat, kalau nanti anaknya yang fitrah itu menjadi Yahudi), au yunashironihi (atau menjadi nashrani), au yumajisaanihi (atau menjadi majusi). Itu penyebab utamanya adalah abawaahu(bapak ibunya).
Jangan menyalahkan siapa siapa. Bapak ibunya kemana selama ini. Makanya kaitannya dengan ayat tadi, bayi ini lahir dalam keadaan fitrah, Bapak Ibunya wajib menjaga tetap fitrah, Insya Allah tidak mungkin menjadi seperti yahudi, nasrani atau majusi. Tidak berarti hal ini pindah agama semata, namun perilakunya tidak ada beda dengan mereka. Tidak ada beda perilaku anak muslim dengan anak yahudi. Jadi fungsi penjagaan ini ada pada fa’abawaahu (Bapak Ibu).
Ayah Atau Ibu?
Tanggung jawab ada di pundak kedua orang tuanya. Terus kalau kita detilkan lagi, di Bapaknya atau ibunya? Kalau jawaban bapak bapak biasanya ya ibunya lah. Sebaliknya kalo jawaban ummahat ya bapak bapaknya lah yang bertanggung jawab. Saya tidak bermaksud membela siapa siapa. Tetapi kalau kita perhatikan, dialog dalam Al Qur’an yang melibatkan orang tua dan anak, semua dengan Bapaknya. Tidak ada yang dengan ibunya. Setuju ndak setuju ayatnya begitu. Ini bukan persoalan cocok atau tidak cocok.
Tidak ada satupun ayat yang menyebutkan ibu dengan anaknya dalam hal dialog kependidikan. Mesti bapaknya. Coba lihat percakapan: Ibrahim dengan Ismail, diskusi panjang. Antara bapak dan anak. Memang ada kisah Hajar dan Sarah namun tidak berdialoq dengan Ismail. Yang ada percakapan bapak anak. Waktu mau menyembelih ada dialog, waktu membangun Ka’bah juga bapak anak. Luqman dan anaknya kan tidak ada percakapan ibunya. Istrinya Lukman tidak disebutkan. Namun nasihat Lukman pada anaknya panjang, hampir sehalaman penuh. Dalam surat Lukman.
Siapa lagi? Imran. Bapak bapak juga kan? Kalau ini diambil sebagai sebuah pelajaran maka pelajaran itu justru Al Qur’an mengingatkan dengan berbagai contoh bahwa Bapak bapak harus memperbanyak contoh dan dialog. Memang ada masanya orang tua menjadi teman. Kalau kita ambil pendidikan anak yang diambil dari buku Pendidikan Nabi, 0-7 tahun anak dianggap sebagai raja, semua dituruti, 7-14 tahun anak sebagai tawanan perang semua harus diatur, mulai dikenalkan disiplin dan 14-21 tahun anak menjadi kawan, dan semua perlu didampingi. Jadi sekali lagi yang bertanggung jawab dan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat terkait perilaku anak adalah kedua orang tuanya.
Pelajaran dari Ummu Sulaim saat menitipkan Anas bin Malik
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anh berkata:
Ketika Rasulullah datang di Madinah Ummu Sulaim membawaku kepada Rasulullah Saw, kemudian dia memberiku salah satu dari pakaiannya lalu (Ummu Sulaim) datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata “Wahai Rasulullah ini Anas dia anak yang Rajin dan pekerja keras yang akan membantumu, Nabi bersabda, “ Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, berkahilah ia dalam semua yang Engkau berikan kepadanya.” (HR Bukhari)
Hadits ini memberikan sebuah gambaran kepada kita tentang orang tua yang karena kesadaran akan pentingnya Tarbiyah untuk anaknya hadir menitipkan putranya untuk ditarbiyah, orang tua membangun komunikasi yang baik dengan Murabbi putra/putrinya, demikian juga sebaliknya Murabbi juga dengan suka cita menerima binaannya menyambut dengan doa yang demikian Luar biasa.
Ustadz Farid Dhafir, Lc.

Thursday, March 03, 2016

Ada 13 gaya bicara yg harus DIHINDARI

1. Memerintah
2. Mengancam
3. Menceramahi
4. Menginterogasi
5. Melabeli
6. Membandingkan
7. Menghakimi
8. Menyalahkan
9. Mendiagnosis
10. Menyindir
11. Memberi solusi
12. Menyuap
13. Membohongi

Selama ini, pengakuan dari para teman-teman peserta pelatihan (termasuk saya sendiri), dengan mengubah cara bicara, dll, manfaatnya terasa: respon anak positif, lebih nurut, masalah yang ada bisa teratasi. Sehingga kita lebih tenang dalam menghadapi anak dan ga banyak energi keluar utk ngomel. Syaratnya konsisten dan sabar, insyaAllah akan ada respon positif dari anak.

1. Memerintah.
Knp kok kita ga boleh memerintah anak (apalagi disertai bentakan)? Krn, anak jd pasif, ga mandiri, ga ada inisiatif/kreatif, dan ibu jg capek nyuruh2 terus.

Kalo kita ingin anak berbuat sesuatu, ajak, dan terangkan alasannya. ‘Nak, yuk sholat, mama temani’, ‘nak, yuk bereskan mainanmu, biar rmh rapi’. Insya Allah, lama2 akan trbiasa dan atas inisiatif sendiri anak akan melakukan hal2 itu.

Kebiasaan nyuruh2 bikin anak pasif. Misal nilai matematika jelek, jgn disuruh2 belajar atau les. Tapi, ajak bicara/diskusi, usahakan sampai anak menemukan sendiri apa sebab nilainya jelek, dan dia sendiri yg bilang ‘aku ingin les!’ jadi anak ada rasa tanggung jwb, dia les bukan krn ‘disuruh ibu’, tp krn dia merasa perlu les.

2. Mengancam
Para ibu paling ahli mengancam: “kalo gak makan, mama tinggal! Kalo nakal, mama kurung di kamar mandi!” Akibatnya, anak nurut karena takut, bukan karena kesadaran. Anak jadi penakut, mau saja diajak2 hal negatif sama teman2nya karena takut ancaman.

Ada yang bilang, sah-sah saja mengancam anak, toh Allah di Quran jg mngancam dg siksa yg pedih! Jwbnya: ancaman Allah itu kan hukum utk org yg baligh (sdh ada taklif). Utk anak2, kita sampaikan wajah Jamal (indah) Allah dulu.. Nak, sholat..supaya kita disayang Allah.. Nak, Allah itu baik, sudah kasih ini.. itu .. yuk kita berterimakasih.. caranya dg sholat.. Mnrt pnelitian, otak kiri dan kanan anak tersambung syaraf2nya pada usia 9 th, dan saat itu dia bisa mnghubungkan sebab-akibat yg abstrak (“ghaib
”). Jd saat itulah idealnya kita kenalkan “hukuman” Allah, bhw manusia2 yg tidak patuh akan mendapat siksa, masuk neraka. InsyaAllah dg proses ini, anak beribadah dg landasan cinta dan syukur, bukan semata2 takut pd neraka. Amin.

3. Menceramahi.
Jangan suka menceramahi anak ya bu.. Knp? Karena..coba inget2 lg, dulu wkt kecil, kalo diceramahi ibu/bpk..rasanya gmn? Bete, sebel, dan dlm hati bilang ‘sok tau banget!’ Atau ‘cerewet!’ Ya nggak? Lebih baik, ajak anak berdiskusi dalam suasana santai.

4. Menginterogasi
Terutama untuk anak remaja, gaya interogasi malah bikin mereka kesal dan semakin menjauh dari ortu. Anak pulang telat, ibu langsung bergaya polisi, “Darimana tadi? Sama siapa? Ngapain aja? Tadi habis les sama temen2, kalian mampir dulu di cafe ya? Kamu coba-coba ngerokok ya, kok bau rokok?!” Tujuan ortu tentu baik, tapi caranya yang kurang baik.

5. Memberi label/cap
Ibu sering ngomel: kamu lelet, nakal, bandel, ceroboh,dll. Kalo ibu marah biasanya ga puas kalo ga berkata, “kamu kok ga pernah nurut/dengerin ibu sih?!” Memberi cap akan membentuk citra diri anak. Ketika dia dikatai berulang2 bhw dia lelet atau bodoh atau bandel, dia lama2 akan merasa bhw dirinya memang demikian. Dan lama2 dia akan cuek, pasif, dan berpikiran “emang aku ya begini ini, situ mau apa?!”

Jadi biasakan ucapkan kata2 yg membentuk citra positif anak, puji anak sesuai apa yg dilakukan (berlebihan memuji juga tidak baik, akan membuat anak narsis). Ungkapkan perasaan ibu. Misal, “Nak, ibu kesal kalau kamu….”

6. Membandingkan.
Tujuan ibu membanding2kan anak adalah supaya anak termotivasi, “belajar yg rajin dong, kayak kakak..Liat kakak tuh, juara terus, kamu kok engga?”

Bu, ada bbrp kasus ekstrim yg ditemukan guru parenting saya, akibat ibu suka mmbandingkan. Salah satunya, ada prp dewasa, kena kanker parah. Saat diterapi, keluar masalahnya: dia selama ini tertekan krn sejak kecil ibunya ga pernah puas sama dia, selalu banding2kan dg kakaknya.

7. Menghakimi.
Contoh, kakak berantem sama adik, lalu ibu tanpa mau meneliti dulu langsung bilang “kakak jgn nakal sama adik!”, atau anak nilainya jelek, “ini pasti gara2 kamu main game melulu!” Tujuan ibu ngomong gini adalah utk mperbaiki perilaku anak, ya kan? Tapi sayang, cara ini ga ngefek. Anak akan merasa sakit hati (terutama kali dia merasa benar/dituduh secara salah). Lama2 dia merasa ga disayang, disalahin melulu..dst (efeknya akan mirip dg yg sy ceritakan kemarin). Ketika anak msh kecil, kk mgkn msh bisa kita kontrol. Tp ketika sdh remaja, jika komunikasi dg ortu ga bagus, anak akan menjauh dan lebih mndengar kata2 temannya.

Teknik paling ngefek dlm membangun komunikasi dg anak: bertanya (bukan menginterogasi lho) dan dengar jawabannya. Jadi jgn menghakimi, biarkan anak menyampaikan argumen, lalu giring dia utk ambil kesimpulan/penilaian atas perilakunya sendiri. Ini juga berdampak positif: melatih anak berpikir dan menyusun argumen.

8. Menyalahkan.
Ini sering banget kita lakukan dan terasa wajar. Misal anak numpahin minuman di karpet “ya ampun! Kok numpahin minum aja sih? Liat ni karpet jadi kotor! Hati2 dong!”

Mungkin kita bertanya2, emang anak salah, kok ga boleh disalahin? Problemnya ada di gaya bicara. Kalo anak salah ya kita kasih tau, tp bukan dgn menyalahkan (apalagi plus ngomel, marah, atau melabeli “dasar kamu memang ceroboh!”). Seperti sdh sy bilang sblmnya, tujuan kita belajar gaya bicara yg benar adalah agar komunikasi ortu-anak terbangun baik sehingga berbagai masalah besar di masa depan bisa dihindari. Anak yg disalah2in melulu akan tumbuh jd org ga pede, ga kreatif (selalu takut salah), mgkn jd pembohong (daripada disalahin, mending bohong aja),dll.

Ini musti dilatih supaya ibu2 terbiasa. Jd refleks saat anak berbuat kesalahan upayakan bukan berupa “menyalahkan”, coba ganti kalimat lain.. misalnya.. “waduuh.. jatuh ya.. ayo bantu ibu ngelap karpetnya.. ” (pokoknya tahan lidah, jgn sampai meledak nyalah2in). Saat itupun anak sdh tau kok kalau dia salah. Jg jangan ibu langsung bersihkan sendiri, libatkan anak, biarin dia ikut bersihin.ga bersih gpp, kan masih kecil.. Ibu b
antuin bersihkan (bareng2). Di sini ada yg dipelajari anak: menahan emosi (krn anak belajar dg meniru sikap ibu), bertanggung jwb, dan dia tau kalo ga jln hati2, ada akibatnya.

9. Mendiagnosis/menganalis.
Misal tadi, anak jatuh dan minuman di gelas tumpah ke karpet. Ibu ga marah tp bilang gini, “adek tadi pasti jalannya sambil ngelamun ya? Trus, jd ga liat nih ada mainan di atas karpet. Coba kalo td adek jln pelan aja, perhatiin kakinya, jgn sampi kesandung..pasti ga bakal tumpah nih susunya.. ”

Kebayang kalo ibu2 terbiasa ngomong gini..sampai anak remaja masih rajin menganalisis, pasti dlm hati mrk akan bilang “bawel amat sih enak gue! Sok tau banget!” Dlm kondisi gini, ga ngefek ibu2 nasehat ini-itu..krn di pikiran mrk sdh tertanam “ibuku sok tau!” Gawat kan?

Nah, yg sebaiknya dilakukan adalah BERTANYA (bukan interogasi ya). “Waduh..adek kok nilai matematikanya jelek?” (Biarkan anak mnganalisis sendiri..jgn lgsg bilang “ini pasti krn kamu males bikin PR!”) Bila komunikasi terjalin baik, anak terbuka curhat..misal mmg dia ga paham penjelasan guru.. Lalu tanya lagi : “menurutmu, jalan keluarnya apa ya?”

Jadi kalo akhirnya anak les, itu atas kesadaran si anak (dan dia jd senang mnjalaninya) bukan krn hasil analisis ibu “ini pasti gurumu emang payah.. udah, mulai besok kamu les aja!”

10. Menyindir.
Ibu2 sendiri kalo disindir org enak ga? Pasti kesel kan? sayangnya banyak jg ibu2 yg sukan nyindir orang.. juga nyindir anaknya. Anak2 yg disindir ibunya pun tetap sakit hati, merasa terhina, dan merasa disalahkan.

Contoh: anak lagi sibuk baca buku cerita, pdhl rumah berantakan atau blm cuci piring. Ibu sambil beresin rumah, bilang “duh, tuan putri, santai banget nih baca buku.. emang enak ya jd putri, ada pembantu yg ngurusin semuanya!”

11. Memberi solusi.
“Udah, kamu bobo aja, biar ibu yg beresin mainanmu.”… “ya, sini biar ibu yg bikinin prakarya-nya, kamu kerjakan PR yg lain”… Anak udh di sekolah, sms, buku PR ketinggalan..ibu buru2 nganter PR ke sekolah. Anak mau ujian, buku ga ketemu… sambil ngomel, ibu bantu cariin dan ketemu (kalo ga ketemu, ibu yg pinjem dari anak temennya, lalu ibu yg fotokopi). Sibuk bangeeeet.. ya kan?

Padahal, kita ibu2 nih udah banyak urusan:.masak, nyuci, ngitung duit belanja (dan stress kalo duit ga cukup), taklim, kerja, dll. Masa mau sih merepotkan diri utk hal2 yg seharusnya diurus sendiri oleh anak? Kebiasaan memberi solusi pada anak, selain merepotkan diri sendiri juga mendidik anak jd pribadi manja, bergantung ke orang, tdk bertanggung jawab, ga kreatif mencari solusi utk problemnya sendiri. Maka, stop berusaha jadi SUPERMOM yg selalu ingin kasih solusi.

Kalo ada masalah, ajak diskusi: menurutmu apa yg sebaiknya kamu lakukan? Bantu anak menemukan solusi masalah, biarkan dia berlatih mikir, bukan kita menyuapinya dg solusi. Saat dia sdh memilih solusi, fasilitasi, dampingi. Misal, anak ga  matematika. Tanya: mnrtmu, musti gmn ya? Kalo dia bilang ingin les, fasilitasi. Kalo ga ada uang, bilang ke anak, dorong dia mncari alternatif lain. Misal: aku mau belajar sama paman (kebetulan pamannya mhsw matematika), fasilitasi, misalnya dg cara anter ke rmh paman.

12. Menyuap.
“Kalau adek ga rewel nanti ibu beliin eskrim”.. “Ssst, main dulu sana. Nanti kalo tamunya dah pulang ibu kasih uang bwt beli mainan. Skrg jgn ribut ya! Malu sama tamu”. “Ayo beresin mainannya, ntar ibu kasih hadiah”.. Ehm… siapa yg pernah ngomong gini?

Ibu2… ini namanya menyuap ya. Kita skrg benci sama para pejabat yg makan suap.. tapi kadang kita lupa, sikap senang disuap itu ditumbuhkan oleh ortu… Jgn sampai anak2 kita besar jd penyuka suap, mau kerja kalo ada uang pelicin, dll..naudzu billah..

Tujuan kita menyuap adalah supaya urusan cepet selesai. Krn itu yg musti diingat: mendidik anak itu mmg butuh waktu.. makanya jgn sibuk dg urusan selain anak, biar banyak waktu. Jadi, kalo anak nangis, kita tetap tenang, ga tergoda menyuap. Lakukan antisipasi: saat mau ada tamu, bilang “Nak, nanti ibu ada tamu. Kamu yg tenang ya, jangan rewel. Ibu sayang pada anak yg sopan. Janji ya?” Siapkan segala macam mainan. Kalau anak r
ewel: introspeksi diri..jgn2 emang udah kelamaan ngobrolnya. Tegas saja ke tamu: duh, maaf, obrolannya kita sambung lain waktu ya.. Tapi kalo baru 5 mnt udh rewel, mgkn krn sering disuap, artinya anak ga tepati janji. Katakan baik2: ibu kecewa kamu ga tepati janji.. tlg tunggu 10 mnt lagi, ibu ngobrol dulu dg tamu, lalu main dgnmu. Dan 10 menit, tepati janji ibu. Anak akan belajar mnepati janji.

13 Berbohong.
Ada tamu, ibu males menemui,,bilang ke anak “bilang, ibu ga ada!”. Anak minta jajan, “ibu ga ada uang!” (Padahal ada, tp buat keperluan lain). Anak ga mau makan “ntar ditangkep polisi lho” (selain ngancem, jg bohong, kan polisi ga akan nangkep org yg mogok makan). Akibat dr bohong.. ya kita semua udahtaulah. Kita benci dibohongi (apalagi sama suami:D), masa kita latih anak kita jadi pembohong?!

Nah, sekian dulu.

Saran: utk selengkapnya, baca buku Amazing Parenting karya Rani Razak Noeman.