Friday, January 08, 2016

MANUSIA-MANUSIA TANPA HUTANG (CERITA 2)


Tahun 2010 ketika saya bertemu mas Toro di salah satu bank BUMN terbesar, dia begitu bersemangat:
"Tenang mas, besok aku mau bikin Dokter Bakso, wis tak jamin rame.. Aku pun pengen jadi pengusaha!" Katanya
Saya hanya mringis saja.. Hehe
Aah paling basa basi karyawan bank yang pengen punya usaha..
NATO, No Action Talk Only.. Hehe
Nggedabusss.. Nggambleh thok!
Waktu berlalu, 4 tahun tak bertemu tiba-tiba saya ketemu mas Toro di sebuah resepsi nikah, wajahnya begitu cerah prengas prenges. Ketika saya todong mana Dokter Baksonya?
"Allah menunjukkan jalan lain yang lebih luarrr biasa mas, besok aku ceritakan"
Beberapa waktu lalu saya kerumahnya, tercenung mendengar kisah dramatisnya.
"Sudah tiga tahun aku resign dari Bank itu mas, posisi sudah mapan dengan gaji 10 juta perbulan, setahun aku bisa menerima bersih 200 juta termasuk bonus-bonusnya, namun dalam hati terdalam aku gelisah luar biasa, hutangku menumpuk 450juta, kartu kreditku platinum hutangnya puluhan juta. Dan aku setiap hari berkeliling menawarkan hutang-hutang baru kepada nasabahku. Ada yang mengganjal dalam hatiku ketika membaca ayat-ayat Quran tentang riba, ditambah dengan nasabah-nasabahku yang kelimpungan ketika bisnisnya merugi dan tidak bisa membayar cicilan, pihak bank tidak mau tau tetap ditagih untuk membayar.. "
Saya terdiam, karena sayapun pernah mengalaminya. Ketika jatuh tempo membayar terlewati satu hari saja mereka sudah menelpon dan SMS tiada henti.. Risihnya setengah mati. Mereka gak peduli kalo uangnya masih diputar untuk beli bahan baku dan operasional sana sini.
Lanjutnya,
"Bismillah.. Aku niatkan pada Allah membersihkan diri mas, aku resign dari bank ditengah pertentangan kawan dan keluarga, uang pensiunku hangus, aku hanya punya keyakinan.. ALLAH TIDAK AKAN INGKAR JANJI"
Nekat bener ini orang..
"Aku bilang pada istriku mas, rumah kami akan kujual.. Kita ngontrak dulu, kita mundur selangkah untuk melompat maju. Uangnya aku gunakan untuk beli tanah, aku bangun rumah petak dan mulai aku jual. Alhamdulillah langsung laku. Hasil penjualan aku belikan tanah lagi, bangun jual lagi. Begitu seterusnya. Dalam 2 tahun hutangku lunas mas.. Aku sudah bisa membeli rumah ini cash. Semua hutang kartu kreditku juga lunas"
Wow.. Terus?
"Ketika kita yakin seyakin yakinnya dengan kekuasan Allah, kita niat membersihkan diri, jalan akan terbuka luas mas. Tahun lalu aku membeli tanah di dekat Jogja Expo Center, kudiamkan saja. Aku hanya di rumah, anter anak sekolah.. Tiap adzan aku langsung ke Masjid sholat berjamaah. Pokoknya tidak boleh telat.. 10 bulan kemudian tanah itu ditawar orang, aku lepas untungnya 900 juta. Sekarang coba mas, pekerjaan apa yang bisa memberiku gaji sebesar itu dalam 10 bulan?. Aku hanya punya keyakinan ingin bebas riba, ngikut aturan Allah.. Dan sungguh Allah tunjukan jalannya, Allah tidak ingkar janji mas.."
Obrolan siang itu sudah memecah konsentrasi dan rasanya seperti meledakkan kepala, ketika mas Toro mengantar saya ke depan rumahnya, Panther terbaru sudah ada disana.
"Empat tahun lalu aku hanya karyawan bank dengan motor tiger itu, ketika aku ngikut pada aturan Allah, ternyata benar-benar Allah tunjukkan jalannya.. Rejeki itu adaaaa saja, pintu-pintu kemudahan terbuka.
Rumah ini aku beli 500jt, renovasi sedikit habis 100juta, sekarang sudah diatas 1 milyar nilainya.."
Katanya dengan tersenyum, jenggotnya tumbuh, bekas sujud samar di jidatnya..
Lain hari seorang ustadz mengirim capture dari seorang pengusaha di Bogor yang juga melepas aset-asetnya. Dijual demi melunasi hutang, tak peduli lah dengan gaya hidup dan pamer kemewahan kalo itu hanya utangan. Semu dan palsu belaka..
Bener kalo ada yang pernah mengingatkan, bisnis itu bukan hanya soal untung rugi, tapi surga atau neraka..
Satu pesan Nabi yang menampar kita, tinggal kita mau taat atau terus melawannya:
"Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan (membawa pada kehancuran), diantaranya.. memakan RIBA"
-HR Bukhari & Muslim
Maha Benar ALLAH dengan segala firmannya..
@Saptuari
---------
*banyak yang penasaran dengan sosok mas Toro, dikira sosok fiktif. Setelah saya konfirmasi beliau bersedia ditampilkan wajahnya, dan bersedia menjawab jika ada yang mau bertanya.
Nama Panjangnya mas Guntoro, mantan bankir senior yang kerja belasan tahun di salah satu bank BUMN terbesar.
Ini foto dengan mas Guntoro ketika saya undang jadi tamu di acara Kongkow Bisnis di Radio Geronimo FM Jogja.

Semoga menginspirasi..

Wednesday, January 06, 2016

MANUSIA-MANUSIA TANPA HUTANG


Kawanku di Jakarta hijrahnya gak tanggung-tanggung, rumahnya yang masih KPR dijual, Honda Jazz putih yang dulu perlente dipakainya pun dijual. Sekarang tinggal di rumah kontrakan, memulai bisnis baru yang sangat berbeda dengan bisnisnya yang dulu.
"Sap, ketika aku menjual semua asetku dan hutangku lunas, ada perasaan plong di hati yang tidak ternilai, bangun pagi rasanya bebasssss... Tak ada sedikitpun mikiran cicilan ini itu lagi. Sebulan kalo dapat uang 20jt, duitnya ya utuh, kebutuhan keluarga paling 5 juta dah cukup.. Gak ada lagi kertas-kertas tagihan dengan nominal dan beban bunga yang bikin nyesek! Dan Allah tidak pernah ingkar janji.. Aku bisa memulai bisnis lagi, bangkit lagi, tanpa harus hutang disana-sini"
Senyumnya begitu lepas.. Tanpa beban.
Kawanku lainnya di Jogja, pengusaha advertising memilih tak pernah tanda tangan apapun dengan surat hutang. Mobil sudah ada dari kantor untuk operasional, wira wiri dia masih setia naik motor, kalo ku goda
"wis dadi boss mbok numpak mobil Mas"
jawabnya cukup sesederhana ini:
"ah Valentino Rossi yang kaya raya aja naik motor kok"
Penghasilannya sebagai pemilik bisnis, penulis buku, dan inspirator di berbagai seminar tentu gampang kalo untuk datang ke dealer, tanda tangan surat hutang, DP 30% dan langsung bawa pulang Innova pun bisa. Tapi itu tidak dilakukannya.. Tetap naik motor, tapi kemarin beli iPhone 6plus harga 14 juta pun cash, beli MacBook puluhan juta pun cash, iPad malah ada yang ngasih.
"Mas aku mau beli rumah nih, tapi cash gak mau hutang.. Sekarang terus ngumpulin uang, ketemu yang cocok bayar.."
"Enak lho gak punya hutang, sholat juga tenang, gak kemrungsung, naik motor juga woles aja tuh.. Gak takut dikuntit debt colector, di rumah juga santai gak ada penagih hutang gedor-gedor rumah" lanjutnya
Mmmm.. Gitu yaa
Ada lagi anak muda yang baru kukenal di Jogja, bisnisnya baru dua tahun tapi tumbuh luar biasa, bangkrut di bisnis jualan jus usai jadi sarjana, sempat galau lalu bangkit dengan bisnis ayam gepreknya. Join dengan kawannya, kerja bareng-bareng memulai usaha, fokus, tekun, gak neko-neko.. Sekarang sehari omzetnya tembus 13-15 juta. Kutanya langsung isi dapurnya, dengan omzet segitu sebulan dapat profit bersih berapa?
"Alhamdulillah mas, bulan kemarin bersih dapat 97 juta"
Wow!!!
"Kalian punya hutang di bank?" Tanyaku
"Sejak awal bisnis kami tidak pernah berhutang, setiap ada untung kami gak ambil, diputer terus, digulung terus, puter lagi, sampai sekarang punya 3 cabang. Kami ingin fokus di bisnis mas, bukan di hutang..."
Anak muda dengan profit nyaris 100jt sebulan itu tetap naik motor ketika berlalu dari hadapanku..
Wahai.. Wahai..
Wahai dirimu yang masih berprinsip hutang itu mulia, numpuk hutang disana-sini, bangga banget dengan aset hutangan yang dipamerkan di semua sosmed, agar dapat label "sudah saksesss!!" dari kawan dan orang sekitar,
inget... kalo engkau tidak mampu membayar hutang akan masuk kategori gharim..
Layak dan berhak dizakati..
Mendapat bagian 2,5% dari harta orang lain seperti fakir miskin.
Mau?
Dan aku jadi saksi, ketika berkeliling kota-kota bertemu dengan banyak pengusaha yang dulu bangga dengan aset-asetnya, sekarang datang dengan wajah murung dalam jeratan hutang tak berkesudahan..
Masih mau terus hidup dalam kepalsuan?

@Saptuari

Monday, January 04, 2016

::: APA YANG SUDAH KITA SIAPKAN ? :::

Oleh :
Ustadz Syafiq Riza Basalamah MA حفظه الله تعالى

Saudaraku saudariku…

Kenapa kita takut untuk menghadapi kematian ?
Padahal kita semua yakin bahwa suatu hari ia akan datang menjemput kita
Mau tidak mau, suka tidak suka… pasti !
Kenapa kita takut untuk menghadapi sesuatu yang pasti ?

Saya rasa semua memiliki jawaban yang bermacam-macam:

Amalnya masih kurang ?
Masih banyak dosa ?
Kesihan sama anak-anak ?
Belum menikah ?
Belum mencapai cita-cita ?

Pada suatu hari seorang tabi’in Abu Hazim Salamah bin Dinar ditanya oleh Khalifah pada masa itu: Sulaiman bin Abdil Malik.

يا أبا حازم ما لنا نكره الموت؟

قال: لأنكم عمرتم دنياكم وخربتم آخرتكم فأنتم تكرهون أن تنتقلوا من العمران إلى الخراب؟

“Wahai Aba Hazim, kenapa kita membenci kematian ?
Maka beliau berkata, “Karena kalian memakmurkan dunia kalian dan merusak akhirat kalian, sehingga kalian benci untuk berpindah dari tempat yang makmur ke tempat yang rusak dan terbengkalai”.

SubhanAllah!

Itulah realitanya….
Kita sibuk-sibuk untuk membangun dunia kita
Dari pagi sampai sore, sampai malam untuk dunia
Mau tidurpun masih dunia
Bangun tidur tetap dunia…

Sehingga kita memiliki rumah, mobil, keluarga dan tabungan yang banyak

Sedangkan untuk yang setelah kematian…
Hanya sedikit dari harta kita…sedikit sekali dibanding dengan yang kita simpan
Dilihat dari waktu yang kita gunakan untuk membangun akhirat kita
Sangat sedikit sekali, dibanding dengan waktu kita untuk dunia kita…

Kalau seperti itu…

Pastilah kita takut, untuk berpindah ke rumah yang belum jadi
Tiada taman
Tiada kawan
Tiada makanan
Bahkan yang ada adalah azab dan siksa

Karena kita mencuekinnya…
Tidak merawatnya
Tidak membangunnya

Sepertinya, kita sudah harus mulai merenung kembali kehidupan kita.

Mainan Itu Bernama Dunia

Setiap dari kita tentu pernah mengalami masa anak-anak. Waktu yang begitu indah sekaligus menggelikan. Barangkali ada di antara kita yang dahulu saat masih kecil pernah kehilangan mainan kesayangan. Masih ingat bagaimana respon kita saat itu? Menangis berjam-jam, bahkan mungkin sampai berhari-hari? Sekarang setelah dewasa, bila teringat perilaku itu, tentu kita akan tertawa geli, "Koq  bisa begitu ya efeknya? Padahal  kan  cuma mainan biasa yang remeh ?! ". Kita bisa berkomentar seperti itu saat ini, sebab kita sudah bertambah usia dan semakin matang dalam berpikir.

Ketahuilah bahwa sejatinya pandangan seseorang terhadap dunia, juga akan terpengaruh dengan semakin bertambah 'kedewasaan' dia dalam beriman.  Semakin tebal imannya, maka akan semakin sadar betapa remehnya dunia.  Sebaliknya bila kita masih mendewakan dunia, berarti itu pertanda iman kita masih 'kekanak-kanakan '. [1]

Allah  ta'ala  menggambarkan kenyataan dunia dalam firman-Nya,

"وما الحياة الدنيا إلا لعب ولهو وللدار الآخرة خير للذين يتقون أفلا تعقلون"

Artinya:  "Kehidupan dunia ini  hanyalah permainan  dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kalian mengerti? ".  QS. Al-An'am (6): 32.

Aplikasi Teori

Begitulah kira-kira teori orang yang beriman dalam memandang hakikat dunia. Dunia hanyalah permainan. Penerapan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari antara lain demikian;

Pertama:  Jangan terlalu sedih saat kehilangan dunia

Ilustrasi yang kami tampilkan di awal makalah diharapkan bisa memperjelas poin ini. Saat kita kehilangan barang, ditinggal orang yang kita cintai, gagal dalam berbisnis dan yang semisal itu, janganlah mau berlarut-larut dalam kesedihan. Introspeksi mengoreksi kesalahan, bagus. Tapi berlama-lama dalam kegalauan, jangan! Sebab apapun yang kita miliki di dunia ini, merupakan titipan dari Allah. Cepat atau lambat pasti akan diambil oleh-Nya.

Kedua:  Jangan terlalaikan dari kehidupan hakiki (akhirat)

Permainan kita di dunia ini janganlah membuat kita terbuai, sehingga melupakan rumah kita yang sebenarnya, yakni di akhirat. Kita di dunia ini hanyalah  "mampir Ngombe"  begitu kata orang Jawa.

Hadits shahih berikut  insyaAllah  membantu kita untuk memahami konsep barusan.

Ibnu Mas'ud  radhiyallahu'anhu  bertutur,

"نام رسول الله صلى الله عليه وسلم على حصير فقام وقد أثر في جنبه, فقلنا:" يا رسول الله لو اتخذنا لك وطاء ", فقال:" ما لي وللدنيا? ما أنا في الدنيا إلا كراكب استظل تحت شجرة ثم راح وتركها ".

"Suatu hari Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam tidur di atas tikar. Saat ia bangun, di tubuhnya membekas garis-garis tikar. Maka kami pun berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana bila kami membuat kasur untukmu?".

Beliau menjawab, "Apa kepentinganku di dunia ini? Aku di dunia ini hanyalah bagaikan seorang musafir yang bernaung di bawah sebuah pohon. Setelah itu ia pergi meninggalkannya ".  HR. Tirmidzy dan beliau menyatakan hadits ini  hasan sahih.

Semoga makalah singkat ini membantu kita untuk memahami hakikat dunia ...💖